Jumat, 26 Agustus 2011

salam organik dari bumi minang kabau

nama saya budi prasetyo
saya lahir di lampung tengah 15 feb 1982, saat ini saya masih menjalani belajar di bangku kuliah di universitas tamansiswa padang.
saya adalah segelintir dari salah satu dari ratusan juta orang pencinta organik didunia.
penulis Menyadari arti pentingnya KESEHATAN bagi kehidupan manusia saat ini, di mana Kesehatan sudah menjadi barang yang Mahal. Manusia akan menjadi pribadi yang bermanfaat jika mendapatkan anugerah dari Allah ini.

Berangkat dari kepedulian akan arti pentingnya Kesehatan sekaligus sebagai wujud dari rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan berupa bumi seisinya untuk kita kelola dengan yang sebenarnya, maka tidaklah salah lagi jika penerapan konsep Pertanian ORGANIK menjadi jawaban yang tepat bagi kelangsungan hidup bumi ini.

Sudah saatnya kita belajar dari keseimbangan yang diberikan oleh alam di mana siklus kehidupan selalu berkaitan satu sama lain dengan selaras jika kita mampu memperlakukannya dengan bijaksana.
dengan acuan tersebut dan juga pengetahuan yang penulis dapatkan dari bangku kuliah dan dan dari berbagai sumber yang terpercaya penulis akan menjadi pelaku pertanian organik tersebut, tidak hanya bisa membuat posting yang bertajuk organik tapi penulis akan menjadi pelakunya sendiri sebagai bukti dan penelitian sambil terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat petani untuk kembali ke alam, menjaga kestabilan alam dengan pola pertanian organik. oleh sebab itu penulis mengharap dukungan dari berbagai pihak berupa saran dan kritik demi suksesnya proses pertanian organik yang penulis kembangkan. dilahan pertanian yang seluas kurang lebih 1 hektar tersebut.

rencana komoditi yang akan dibudidayakan adalah
1. cabe kriting lokal padang
2. bayam cabut
3. ketimun lokal padang
untuk sementara penulis akan membudidayakan 3 komoditi tersebut sebagai langkah awal.
untuk yang ingin memberikan saran atau masukan silahkan tinggalkan komentar 
trimakasih.
salam organik.

Senin, 08 Agustus 2011

FUNGSI PUPUK ORGANIK DALAM PENINGKATAN KESUBURAN TANAH

Bahan organik sangat berpengaruh dan menentukan sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah, yang pada akhirnya akan menentukan tingkat kesuburan tanah (soil fertility), kesehatan tanah (soil health) dan produktivitas tanah. Oleh karena itu para ahli menyebut bahan organik sebagai nayawanya tanah (soil organic matter is the soul of the soil. Tanah meineral dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat dipastikan mempunyai sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah yang lebih baik. Kondisi tanah yang demikian optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi yang tinggi. sebaliknya bila kandungan bahan organik tanah sedikit, maka sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga kurang baik sehingga produktivitas rendah.
Fungsi pupuk organik dalam memperbaiki sifat fisik tanah
Fungsi ini antara lain dapat dilihat dalam perbaikan struktur tanah, melalui pembentukan agreat yang lebih stabil, aerasi dan drainase tanah yang baik. Infiltrasi air hujan ke dalam tanah dapat berlangsung sengan baik, sehingga run-off berkurang yang pada gilirannya juga akan mengurangi erosi. Bahanorganik tanah juga meningkatkan kemampuan tanah menahan air (water holding capacity), sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman juga meningkat. Dengan demikian tanaman yang ditanam pada tanah yang cukup bahan organiknya akan memperoleh air cukup.
Fungsi bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah.
Bahan organik merupakan sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, bukan saja unsur hara esensial makro dan mikro tetapi pada jiga unsur hara lain yang diperlukan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik seperti unsur si. Bahan organik juga meningkatkan ketersediaan unsur hara, meningkatkan efesiensi pengambilan unsur hara, meningkatkan kapasitas tukar kation (Cation exchange Capacity).
Fungsi bahan organik dalam memperbaiki sifat biolobi tanah
Peran bahan organik dalam memperbaiki sifat biologi tanah dapat dilihat dalam proses meningkatkan populasi dan keragaman mikroba tanah dan makrobiota tanah. Bahan organik sangat berperan dalam meningkatkan keragaman mikroba tanah yang berguna dan juga meingkatkan keragaman mikroba tanah yang bersifat heterotrof. Mikroba yang termasuk kelompok ini hanya akan berkembang bila bahan organik yang menjadi sumber karbon dan sumber energi bagi kehidupannya tersedia dalam jumlah yang cukup banyak didalam tanah.
Bahan organik juga sangat penting artinya dalam melindungi miikroba dari kondisi lingkungan yang ekstrim dan menciptakan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan mikroba tanah, ketersediaan energi, air udara, unsur hara yang cukup bagi perkembangan mikroba tanah hanya akan diperoleh bila tanah banyak mengandung bahan organik juga bermanfaat untuk menguranggi unsur atau senyawa toksik bagi tanaman maupun bagi organisme tanah. Dengan demikian bahan organik juga sangat menentukan kesehatan tanah dan meningkatkan environmental services dari tanah (Sumber: Tabloid Sahabat petani).

Minggu, 07 Agustus 2011

Petani Minangkabau Kembali Ke Alam Melalui Pertanian Organik

Petani di Minangkabau Sumatera Barat meninggalkan pestisida dan pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik untuk kembali ke pertanian ramah lingkungan atau organik. Penggagasnya diganjar Kalpataru

MASRIZAL, 60 tahun, petani Minang asal Jorong Batang Laweh, Solok Selatan, Sumatera Barat, masih ingat jelas kejadian di awal 1980-an. Saat itu, ia biasa melihat ada pesawat kecil yang menyemprot sawahnya dengan endrin untuk membasmi hama tungro (virus yang ditularkan wereng hijau) yang memakan padi di kampungnya. Penyemprotan hama juga dilakukan para penyuluh lapangan.

Hama memang mati. Tapi belut dan ikan yang ada di dalam sawah pun jadi korban. Itik, kucing, dan ayam yang memakan ikan mati ikut putus napas pada sore harinya. Benar-benar mengejutkan. “Sejak itu, saya mulai tidak suka dengan racun pestisida,” kata Masrizal salah satu petani Minangkabau pekan lalu. Ia memakai anti hama organik yang ramah lingkungan. Dia kembali ke alam.

Masrizal tak sendiri. Di Minangkabau Sumatera Barat, petani ramai-ramai kembali ke alam. Gerakan ini berawal pada 20 tahun lalu atas prakarsa Ir. Djoni, Kepala Dinas Pertanian Sumatera Barat, yang kala itu masih menjadi anggota staf Balai Perlindungan Tanaman Sumatera Barat.

Atas prakarsanya itulah Djoni meraih Kalpataru untuk kategori pembina lingkungan pada Juni lalu. Djoni dinilai konsisten melawan Program Bimbingan Masyarakat yang menerapkan pestisida sistem kalender ke petani di era Orde Baru.

Di era Orde Baru, petani memang diperintahkan memupuk dan menyemprotkan pestisida ke padi dan sayuran secara berkala melalui Program Bimbingan Masyarakat. Padi berumur delapan hari hingga menjelang panen harus terus dipupuk dan disemprot. ”Pupuk dan pestisida gampang didapat, tinggal ambil di koperasi unit desa, dibayar setelah panen,” kata Masrizal, anggota kelompok tani di Minang kabau yaitu Saiyo Sakato, mengenang masa itu.

Hama memang musnah oleh pestisida, tapi sawah jadi mengeras dan lebih dangkal. Hasil panennya juga berkurang, meski bisa tiga kali panen setahun. Itu tak terjadi ketika ia mengolah lahan secara tradisional sebelum 1980-an. Tanam padi hanya setahun sekali. Setelah panen, tanah dibiarkan ditumbuhi rumput untuk makanan sapi dan kerbau, sehingga tanah dengan sendirinya subur kembali.

“Jika dibandingkan, hasil panennya sama saja antara panen satu kali setahun peninggalan nenek moyang orang Minangkabau dan tiga kali panen cara pemerintah,” kata Masrizal.

Era berganti, aturan pun berubah. Kini Dinas Pertanian malah mengimbau petani menerapkan pertanian organik dan tidak memakai pupuk kimia dan pestisida. Djoni pun gencar mendekati para petani di delapan kelompok tani di Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman,Sumatra Barat pada 1984. Di sana ia mengenalkan perihal ekosistem, apa saja yang ada di lahan pertanian, serangga yang merusak dan yang tidak merusak tanaman, serta hama padi.

“Kami mengamati ekosistem ini bersama petani dan belajar bersama bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem. Ilmu ini dikembangkan terus ke petani lain, menjadi sebuah gerakan pertanian yang berwawasan lingkungan,” kata Djoni.

Kelompok petani yang dia bina kini meluas ke berbagai daerah di Sumatera Barat. “Bila dibandingkan, 20 tahun lalu 100 persen petani Minang menyemprotkan pestisida, sedangkan kini hampir tidak ada lagi petani Minang yang menyemprotkan pestisida ke tanaman padinya,” kata Djoni.

Setelah menjadi Kepala Dinas Pertanian Sumatera Barat pada 2006, pria Minang kelahiran Bukit Tinggi, 15 Agustus 1955, ini makin menggalakkan kampanyenya dengan gerakan padi tanam sebatang, nama lokal untuk metode System of Rice Intensification atau sistem intensifikasi beras.

Dalam sistem ini, budi daya tanaman padi dilakukan seintensif dan seefisien mungkin melalui pengelolaan tanah yang sehat, tanaman yang efisien, dan air yang hemat. Pupuk diganti dengan kompos jerami. Ribuan batang bibit tanaman untuk racun nabati pengganti pestisida dibagikan ke petani, seperti durian belanda dan surian.

Petani yang tidak membakar jerami di lahannya diberi intensif Rp 200 ribu per hektare lahan setiap tahun. Petugas pertanian dilatih untuk mengajari petani membuat kompos dan pestisida alami. Petani yang sudah ahli juga dijadikan penyuluh untuk petani-petani lain. Kini ketergantungan petani pada pupuk kimia tinggal 50 persen.

Dulu tidak ada petani Minang yang mau memakai pupuk kandang. Sekarang tidak ada orang yang menanam sayur tanpa pupuk kandang. “Ini kan sudah perbedaan luar biasa. Tahun depan kami targetkan tinggal 40 persen ketergantungan pada pupuk kimia dan kalau bisa tidak menggunakannya sama sekali,” kata Djoni.

Gerakan padi tanam sebatang yang juga didukung Universitas Andalas Sumatra Barat itu terbukti mendongkrak produktivitas padi, dari sekitar 4,5 ton menjadi 6,5 ton gabah kering giling per hektare. Pada 2008, produksi padi di negeri orang Minang itu mencapai 2 juta ton, naik dari 1,98 juta ton pada 2007 dan 1,88 juta ton pada 2006.

Djoni pernah mengusulkan pemerintah menghentikan subsidi pupuk serta subsidi bahan bakar minyak dan menggantinya dengan membelikan ternak untuk petani. “Dari Rp 17 triliun subsidi pemerintah, itu bisa untuk membeli berjuta ekor kambing yang kotoran dan urinenya bisa dijadikan pengganti pupuk,” kata Djoni.

Setelah gerakan kembali ke alam itu berjalan, kini ekosistem di lahan pertanian di provinsi itu perlahan-lahan pulih. Petani juga mulai ada yang bertani secara organik. Luas pertanian organik di sana lebih dari 286 hektare dan ditargetkan tahun depan mencapai 300 hektare.

“Ini yang bertani organik bukan pengusaha, tapi benar-benar petani, dan mereka menjual hasilnya ke pasar tradisional atau dimakan sendiri karena lebih sehat. Mereka tidak merasa rugi, karena ongkos produksi jauh berkurang, karena tidak membeli pupuk kimia dan pestisida,” kata Djoni.

Masrizal dan kelompok taninya di Minangkabau juga belajar kembali tentang pertanian alami. Mereka membuat ramuan hayati dari daun surian, tetunia, dan durian belanda sebagai pengganti pestisida. Mereka mengolah kompos jerami dengan rebung yang difermentasi.

“Sekarang saya sudah mengurangi pupuk kimia 50 persen dan menggantinya dengan kompos jerami. Pestisida dipakai kalau benar-benar diperlukan. Para penyuluh selalu mengatakan bahwa hak kami hanya memakai tanah untuk menumbuhkan padi, dan kesuburan tanah ini harus dikembalikan ,” kata Masrizal.

Sementara Masrizal baru mulai belajar, Sutan Basa, 49 tahun, petani Minang di Padang Panjang Sumatera Barat, malah sudah mahir bertani organik di atas lahannya seluas tiga hektare. Dua hektare lahannya dia tanami dengan padi dan satu hektare diisi sawi putih dan bawang daun.

Di belakang rumah, empat ekor sapinya menjadi “pabrik” pupuk. Kotoran sapi dijadikan campuran kompos dari dedaunan dan jerami agar hasilnya lebih banyak. Urinenya ditampung dan disimpan beberapa hari di dalam bak penampung, lalu langsung dijadikan pupuk pengganti urea.

Sutan juga mahir meramu tumbuh-tumbuhan pengganti pestisida untuk mengusir ulat pelahap sayuran atau kepinding tanah pelahap batang padi. la juga menghancurkan daun surian dan daun titanium yang ekstraknya disemprotkan ke sayuran.

Untuk mengusir kepinding tanah, ia membuat perangkap berupa tumbukan keong emas yang diletakkan di sudut-sudut sawah. Kepinding tanah yang tertarik pada baunya akan terperangkap, lalu dibuang.

“Saya sudah merasakan nikmatnya beras organik, malah hasilnya sayang untuk dijual. Lebih baik dimakan sendiri dan untuk keluarga,” kata Sutan. Salah satu kelebihan beras organik adalah daya tahannya. Sutan mengaku pernah mengikuti sebuah pertemuan petani tahun lalu di Boyolali, Jawa Tengah. Dari Padang Panjang, dia membawa nasi dari beras organik yang dibungkus daun. Dua hari kemudian, ketika bungkus dibuka, ternyata nasinya belum basi. Di hari-hari biasa, nasi yang ditanak Ernita, istrinya, juga tidak pernah basi.

“Sejak itu, saya semakin bertekad untuk menjadi petani organik. Sayuran yang ditanam juga gemuk-gemuk. Kerja memang bertambah karena harus mengolah pupuk sendiri,” ujar Sutan. Setelah dua tahun ditanami padi organik, lahan pun kini lebih mudah diolah. Jerami tak lagi dijadikan kompos, tapi langsung ditebar bersamaan dengan proses pembajakan sawah. Jeraminya itu akan terurai sendiri. Di lahannya juga banyak lumut, tanahnya hitam, dan banyak burung, pertanda lahan yang subur.

Di musim kering seperti sekarang ini, petani tidak bisa menanam karena sawahnya keras dan poros (mudah menyerap air). “Tapi saya tetap menanam. Sawah saya tanahnya tidak poros, tetap bisa mempertahankan air,” kata Sutan Basa.

http://pelaminanminang.com/blog/petani-minangkabau-kembali-ke-alam-melalui-pertanian-organik.html